Jakarta – Awal tahun 2024 diwarnai dengan berbagai cerita mengerikan dari penerbangan. Salah satunya dirasakan oleh Timnas Gambia saat menuju Piala Afrika 2023.
Dilansir dari BBC pada Sabtu (13/1), skuad Gambia terbang dengan menyewa pesawat Air Cote d’Ivoire dari Banjul, ibukota Gambia menuju Pantai Gading. Perjalanan dilakukan pada hari Rabu (10/1).
Tom Saintfiet, pelatih timnas mengatakan bahwa keanehan mulai terasa saat mereka masuk ke dalam pesawat. Hawa panas yang luar biasa sangat terasa di dalam pesawat.
“Awak kabin setempat mengatakan ada masalah dengan AC sebelum lepas landas, namun semua akan baik-baik saja saat kami lepas landas,” ujarnya.
Setelah beberapa menit hawa kabin semakin terasa panas.
“Kami semua pingsan karena kekurangan oksigen, beberapa pemain tidak dapat dibangunkan,” jelasnya.
Hanya 10 menit terbang, pilot memutuskan putar balik dan melakukan pendaratan darurat di bandara Banjul. Kejadian ini tengah diselidiki, tapi investigasi awal mengungkap hilangnya tekanan kabin dan suplai oksigen.
“Panas tak manusiawi ditambah kurangnya oksigen bikin banyak orang mengalami sakit kepala dan keliyengan parah. Bahkan, orang-orang mulai terlelap beberapa menit setelah masuk pesawat/lepas landas,” tulis Saidy Janko Eks pemain muda Manchester United.
“Saat di udara, situasinya memburuk, membuat pilot tak punya opsi lain kecuali memulai pendaratan darurat di bandara Banjul, sembilan menit usai lepas landas, yang mana dilakukan dengan sukses.”
“Kalau bukan karena ini, konsekuensinya bisa jauh lebih buruk, mengetahui apa yang bisa terjadi, kalau kami dalam situasi itu lebih lama, di sebuah pesawat yang kehabisan oksigen.”
Pelatih Saintfiet percaya situasinya akan jauh lebih buruk kalau pendaratan darurat tak dilakukan. Alih-alih ikut serta dalam pesta sepakbola di Piala Afrika, bisa saja mereka malah menjadi kabar duka.
“Kami bisa saja mati. Kami semua cepat sekali terlelap, saya juga. Saya bermimpi singkat soal kehidupan saya. Serius, sungguh,” ujarnya kepada Nieuwsblad.
“Setelah sembilan menit pilot memutuskan kembali karena tak ada suplai oksigen. Beberapa pemain tak bangun sampai beberapa saat usai mendarat. Kami hampir keracunan karbonmonoksida. Terbang setengah jam lebih lama, kami semua mungkin akan mati,” imbuhnya.