Home / Ragam

Jumat, 15 Maret 2024 - 08:51 WIB

Layanan Kesehatan Kewajiban Negara, Mengapa Libatkan Asing?

Dian Eliasari, S.KM. Member Akademi Menulis Kreatif

Dian Eliasari, S.KM. Member Akademi Menulis Kreatif

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau membuka keran lebar bagi investor yang hendak berinvestasi di bidang kesehatan di Berau. Menanamkan saham itu berupa bangunan rumah sakit yang dapat memberikan pelayanan langsung kepada warga “Bumi Batiwakkal”.

Semangat itu selaras dengan 18 program prioritas pemerintah daerah dalam kerja periode Sri Juniarsih dan Gamalis, sebagai bupati dan wakil bupati Berau. Menurutnya, hal tersebut tentu bakal mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Keran investasipun dianggap menjadi corong untuk membantu pemerintah dalam kesejahteraan. Meski begitu, pembahasan soal investasi di bidang kesehatan ini belum dibahas secara mendalam di dalam lingkaran penentu kebijakan pemerintah daerah. (berauterkini.co.id./27/02/2024)

Tidak dapat dipungkiri, masyarakat tentu saja memerlukan fasilitas kesehatan yang memadai untuk menjamin kesehatan mereka secara maksimal. Baik berupa anggaran, kebijakan, pelayanan, bangunan, maupun sarana dan prasarana kesehatan. Namun, jika harus melibatkan pihak ketiga dalam pengadaan fasilitas kesehatan, maka perlu dipertimbangkan lagi. Karena dibukanya investasi dalam bidang kesehatan menunjukkan kegagalan negara dalam memenuhi layanan kesehatan masyarakat.

Selama ini rumah sakit (RS) pemerintah mempunyai banyak catatan merah di mata masyarakat umum. Hal ini seharusnya menjadi bahan evaluasi pemerintah untuk memperbaiki layanan serta memperhatikan kesejahteraan tenaga kesehatan (nakes). Bukan malah mengundang investor untuk membangun RS swasta yang akan berdampak pada mahalnya biaya kesehatan yang akan dibayar oleh masyarakat.

Padahal layanan kesehatan merupakan hak kebutuhan seluruh masyarakat, dan menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya. Tapi dalam sistem kapitalis yang diterapkan saat ini, peran negara diminimalisir. Negara justru membuka ruang sebesar-besarnya bagi pihak ketiga (investor) untuk berpartisipasi dalam pelayanan publik, termasuk bidang kesehatan. Jika demikian akan terjadi komersialisasi di sektor kesehatan, karena pengusaha tidak akan mau investasi jika tidak menguntungkan.

Baca juga  BBM Hak Rakyat, Mengapa Dibatasi?

Jika sudah dikelola oleh investor, kesehatan bukan lagi berbasis pemenuhan kebutuhan masyarakat, melainkan bisnis untuk mencari keuntungan dari masyarakat. Tentu saja yang bisa menikmati hanya masyarakat yang kaya saja. Sedangkan masyarakat yang kurang mampu kembali harus mendapat pelayanan minimalis.

Kondisi ini tentu saja tidak akan terjadi jika negara menerapkan sistem Islam dalam sektor kesehatan. Dalam Islam lkesehatan, pendidikan, sandang, pangan, dan papan adalah kebutuhan dasar masyarakat. Negara wajib memenuhinya tanpa kompensasi. Kebutuhan pokok ini akan menjadi perhatian utama. Kesehatan merupakan salah satu layanan yang wajib dipenuhi negara kepada rakyatnya. Ada lima prinsip jaminan kesehatan dalam Islam.

Pertama, negara wajib menjamin kesehatan rakyat. Artinya negara bertanggung jawab penuh memberi jaminan seluruhnya untuk rakyat. Negara tidak akan memungut biaya pada perkara yang sudah disebut dengan “jaminan”.

Kedua, kesehatan adalah kebutuhan dasar bagi rakyat. Oleh karenanya, layanan yang diberikan haruslah semaksimal dan seoptimal mungkin karena hal itu merupakan kewajiban negara sebagai raa’in (pengurus rakyat) dan hak warga negara mendapat kesehatan layak.

Ketiga, negara wajib memberi pelayanan, ketersediaan alat, hingga sistem gaji yang memadai pada tenaga kesehatan. Pelaksanaan layanan kesehatan adalah tanggung jawab negara. Ini karena sejatinya negaralah yang memiliki kendali penuh atas pelayanan dan penyediaan fasilitas kesehatan rakyat.

Baca juga  Akhir Tahun Bahan Pokok Selalu Naik, Butuh Solusi Islam

Ada empat prinsip layanan kesehatan dalam negara Khilafah, yakni universal, artinya semua warga negara berhak mendapat layanan kesehatan; masyarakat mudah mengakses layanan kesehatan tanpa terhalangi kondisi geografis atau lokasi pelayanan kesehatan yang jauh; bebas biaya, yang berarti setiap warga berhak mendapat layanan kesehatan secara gratis tanpa dipungut biaya; dan pelayanan mengikuti kebutuhan medis dan selalu tersedia.

Keempat, pembiayaan sektor kesehatan. Semua pembiayaan di sektor ini bersumber dari pos-pos pendapatan negara, seperti hasil hutan, barang tambang, harta ganimah, fai, kharaj, jizyah, ‘usyur, dan pengelolaan harta milik negara lainnya.

 

Kelima, kendali mutu sistem kesehatan berpedoman pada tiga strategi, yakni administrasi yang sederhana, segera dalam pelaksanaan, dan dilaksanakan oleh individu yang kapabel.

Transformasi kesehatan harusnya merujuk pada penerapan sistem kesehatan pada masa Islam. Rasulullah ﷺ pernah menerapkan layanan kesehatan gratis ketika rombongan dari Kabilah ‘Urainah masuk Islam. Mereka lalu jatuh sakit di Madinah. Rasulullah ﷺ selaku kepala negara lalu meminta mereka untuk tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola Baitulmal di dekat Quba’. Mereka diperbolehkan minum air susunya secara gratis sampai sembuh.

Khalifah Umar selaku Khalifah juga telah menjamin kesehatan rakyatnya secara gratis, dengan cara mengirimkan dokter kepada rakyatnya yang sakit tanpa meminta sedikit pun imbalan dari rakyatnya (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustur, 2/143). Sistem kesehatan gratis dan berkualitas memang hanya mampu terwujud dalam sistem Khilafah, bukan kapitalisme yang menyerahkan pengelolaan kesehatan kepada investor (pengusaha).

 

Wallahu a’lam bisshowwab.

Share :

Baca Juga

Ragam

BBM Hak Rakyat, Mengapa Dibatasi?

Ragam

Manfaat Kopi Hitam Tanpa Gula Bagi Tubuh

Ragam

10 Makanan yang Bisa Tingkatkan Resiko Diabetes

Ragam

Islam Menyelesaikan Masalah Pengangguran

Ragam

Olahraga Mengecilkan Perut Buncit

Nusantara

Maulwi Saelan Penjaga Gawang yang Jadi Penjaga Terakhir Soekarno

Ragam

Toleransi Dalam Islam

Ragam

Mekanisme Hukum Dalam Islam