Harga sejumlah kebutuhan pokok terpantau naik menjelang Natal dan tahun Tahun Baru 2024, Kota Bontang di pasar Tamrin misalnya mengalami kenaikan, tak luput juga harga ayam yang ikut mengalami kenaikan, minyak curah, beras, dan telur, cabai rawit merah, dan bawang merah.
Kenaikan ini sebenarnya sudah menjadi siklus tahunan yang selalu berulang setiap hari raya dan akhir tahun bukan saja di Kota Bontang tapi juga di daerah lainnya, Anehnya, keluhan masyarakat seakan tidak berefek ada nya perubahan. Langkah antisipasi pemerintah tetap tidak mampu menahan laju kenaikan bahan pokok. Skenario stabilisasi harga dan pemastian ketersediaan kebutuhan pokok di pasar pun tidak mampu menghentikan laju kenaikan harga di pasar.
Mengapa Terjadi?
Dalam sistem ekonomi kapitalisme, berlaku hukum permintaan dan penawaran yang sifatnya saling berlawanan. Adam Smith—peletak dasar ekonomi kapitalisme—membagi harga menjadi dua bagian, yaitu harga alamiah (natural price) dan harga pasar (market price).
Menurut Adam Smith, ketika permintaan barang di pasar lebih tinggi dari pasokannya, tidak semua permintaan itu dengan harga alamiahnya dapat terpenuhi. Akibatnya, sebagian mereka berupaya mendapatkan barang dengan menawarkan harga yang lebih tinggi. Secara otomatis, harga pasar barang itu pun naik melebihi harga alamiahnya.
Di sisi lain, ketika terjadi peningkatan permintaan di atas jumlah barang yang beredar di pasar, harga barang tersebut akan naik, demikian juga faktor-faktor produksinya. Kenaikan permintaan itu akan mendorong produsen untuk meningkatkan jumlah pasokan barang hingga harga-harga kembali normal. Demikianlah siklus yang terjadi secara berulang.
Besarnya kenaikan permintaan dari masyarakat menjelang Nataru jelas memicu gejolak harga. Oleh karenannya, pemerintah bergerak dengan mendorong langkah stabilisasi harga bahan pokok untuk mengantisipasi tren kenaikan menjelang Nataru. Selain itu, untuk mengintervensi laju kenaikan harga, pemerintah juga melakukan sidak sebagai langkah antisipasi dan memastikan ketersediaan stok bahan pokok kebutuhan masyarakat.
Sayangnya, langkah antisipasi tersebut tidak mampu menghalangi laju kenaikan harga. Dalam banyak kasus, intervensi ini berdampak pada penimbunan, monopoli harga, hingga praktik pasar gelap di masyarakat.
Memang benar bahwa pemerintah telah memastikan ketersediaan bahan pokok. Akan tetapi, aspek distribusi stok bahan pokok tersebut tetap kembali pada daya beli masyarakat. Pemerintah juga mengeklaim bahwa stok kebutuhan pokok aman, tetapi kenaikan harga-harga di pasar menjadi pertimbangan bagi daya beli masyarakat. Di sinilah “hukum rimba” ala ekonomi kapitalisme bekerja.
Sehingga kenaikkan harga yang terus terjadi karena moment tertentu seperti nataru, hari lebaran idul fitri dan idul adha serta bulan ramadhan niscaya akan terus terjadi hal ini tidak lain disebabkan penerapan sistem ekonomi kapitalis di negeri ini, maka jika kita ingin harga barang stabil dan tidak mengalami kenaikkan seharusnyalah kita meninggalkan sistem ekonomi kapitalis.
Islam Menjaga Kestabilan Harga
Dalam sistem Islam, pemenuhan seluruh kebutuhan rakyat merupakan tanggung jawab negara. Kebutuhan dasar masyarakat merupakan hal fitrah yang menuntut adanya pemenuhan secara pasti. Atas dasar itu, negara menyelenggarakan pemenuhan kebutuhan sebagai bagian dari pelayanannya terhadap rakyat.
Negara juga berkewajiban menjaga transaksi ekonomi rakyat agar jauh dari hal yang melanggar syariat. Oleh karenanya, terdapat sejumlah skenario yang berpijak pada syariat dalam memenuhi kebutuhan rakyat, bahkan saat kondisi permintaan sedang tinggi.
Pertama, pemenuhan kebutuhan secara fitrah.
Sistem ekonomi kapitalisme yang berjalan hari ini menyuguhkan fakta minimnya peran negara dalam pemenuhan kebutuhan rakyat. Negara mencukupkan diri sebagai fasilitator kebijakan, tetapi luput dalam memastikan tercukupinya kebutuhan rakyat, individu per individu. Walhasil, rakyat sendirilah yang berjibaku dalam memenuhi seluruh kebutuhannya.
Sementara itu, sistem Islam yang menjalankan politik ekonomi Islam akan memosisikan negara sebagai pengurus (raa’in) rakyatnya. Negara wajib memenuhi kebutuhan primer rakyat (sandang, pangan, dan papan) individu per individu serta pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai kadar kemampuannya sebagai individu yang hidup dalam masyarakat tertentu.
Politik ekonomi Islam diterapkan oleh negara melalui mekanisme dan kebijakan APBN untuk menjamin kesejahteraan umat manusia. Pendanaannya bersumber dari baitulmal. Jaminan pemenuhan kebutuhan hidup ini bersifat harian dan tidak hanya untuk kaum muslim, melainkan juga nonmuslim hak keduanya tanpa perbedaan.
Dengan sendirinya, pemenuhan kebutuhan ini tetap berjalan, bahkan pada saat rakyat menyambut hari-hari besar. Artinya, negara bertanggung jawab dalam distribusi berbagai barang kebutuhan masyarakat.
Kedua, mengantisipasi penimbunan.
Penimbunan secara mutlak haram secara syar’i karena adanya larangan tegas dalam pernyataan hadis secara gamblang. Diriwayatkan di dalam Shahîh Muslim dari Said bin Al-Musayyib dari Mu’ammar bin Abdullah al-‘Adawi bahwa Nabi saw. bersabda, “Tidaklah melakukan penimbunan, kecuali orang yang berbuat kesalahan.” Jadi, larangan dalam hadis tersebut berfaedah tuntutan untuk meninggalkan penimbunan.
Celaan terhadap orang yang menimbun (al-muhtakir) dengan menyifati dirinya sebagai orang yang berbuat kesalahan (al-khâthi’) adalah indikasi haramnya melakukan penimbunan. Al-muhtakir (orang yang menimbun) adalah orang yang mengumpulkan barang menunggu harganya mahal, lalu menjualnya dengan harga tinggi sehingga menyulitkan masyarakat untuk membelinya. Jika barang tersebut tidak ada, kecuali pada di penimbun, negara bertanggung jawab untuk menyediakan barang tersebut di pasar. Dengan begitu, tidak seorang pedagang pun bisa mengendalikan dan memonopoli harga di pasar, baik pada hari biasa maupun hari-hari besar.
Adapun jika terjadi kenaikan harga ataupun barang tidak tersedia di pasar pada masa peperangan atau krisis politik, hal itu bisa karena dua sebab, yakni adanya penimbunan ataupun kelangkaannya. Jika ketiadaannya adalah akibat penimbunan, sungguh hal itu telah Allah haramkan sehingga akan ada sanksi atasnya. Jika ketiadaannya adalah akibat dari kelangkaan, Khalifah wajib menyediakan barang di pasar dengan mendatangkannya dari berbagai tempat.
Hal ini pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khaththab pada masa paceklik kala terjadi kelaparan di Hijaz akibat kelangkaan makanan. Beliau mengirim surat dan mendatangkan makanan dari Mesir dan Syam ke Hijaz sehingga kebutuhan masyarakat Hijaz bisa terpenuhi.
Inilah bentuk perlindungan negara dalam mencukupi kebutuhan rakyat dan melindungi ekonomi negara, serta membebaskan pasar dari monopoli segelintir orang.
masalah ini bersifat sistemis, maka butuh perubahan yang sistemis pula yang merombak paradigma kapitalisme dalam menjalankan pelayanan terhadap rakyat. Dalam hal ini, Islam adalah alternatif tunggal pengganti kapitalisme untuk menyelenggarakan pemenuhan kebutuhan rakyat secara hakiki dan komprehensif.