Home / Ragam

Selasa, 16 Januari 2024 - 12:20 WIB

Kenaikan Indeks Pembangunan Gender, Mampukah Melindungi Perempuan?

Dian Eliasari, S.KM. Member Akademi Menulis Kreatif

Dian Eliasari, S.KM. Member Akademi Menulis Kreatif

Pria dan wanita.

Laki-laki dan perempuan.

Sejatinya diciptakan sama.

Dengan haknya.

Dengan kewajibannya.

Diantara keduanya.

Tak ada yang lebih unggul.

Kecuali dalam taqwa.

Diantara keduanya.

Berlomba dalam kebaikan.

Berburu ridho dan pahala.

Tuk meraih syurga-Nya.

 

Hari ini kita lihat bagaimana laki-laki dan perempuan didorong untuk mencapai kesetaraan. Jika laki-laki kodratnya bekerja dan mencari nafkah di luar rumah. Maka perempuan juga menuntut untuk bisa eksis di sektor publik. Padahal kodrat penciptaannya adalah sebagai pengurus rumah dan pendidik generasi. Akhirnya dibuatlah program kesetaran gender (Feminisme). Gerakan feminisme sendiri merupakan serangkaian gerakan yang memiliki tujuan untuk mencapai kesetaraan gender di lingkup politik, ekonomi, pribadi, dan sosial

Untuk mewujudkan tercapainya tujuan kesetaraan gender ini, maka dibuat prinsip-prinsip yang mendasari yaitu konvensi mengenai penghapusan terhadap segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan atau dikenal dengan CEDAW (Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women). Konvensi ini telah disetujui oleh Majelis Umum PBB pada 18 Desember 1979 dan hingga saat ini telah diratifikasi oleh 186 negara anggota PBB. (uii.ac.id. 14/12/2021)

Pemerintah telah mengupayakan berbagai kebijakan untuk mengatasi permasalahan terkait gender. Salah satu alat ukur untuk mengetahui apakah kebijakan yang telah dilakukan pemerintah terkait kesetaraan gender yaitu melalui Indeks Pembangunan Gender (IPG). IPG diperoleh melalui perbandingan antara Indeks Pembangunan Manusia (IPM) perempuan terhadap IPM laki-laki. Perempuan dianggap semakin berdaya dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Gender.

Dilansir dari REPUBLIKA.CO.ID (Sabtu, 06/01/2024), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyatakan bahwa selama 2023, perempuan semakin berdaya yang ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Gender. Peningkatan IPG diharapkan mampu menyelesaikan masalah perempuan yang marak terjadi.

Pada kenyataannya, seiring dengan gencarnya program pemberdayaan perempuan, justru semakin banyak perempuan yang mendapatkan permasalahan dalam hidupnya. Tingginya angka perceraian, KDRT, kekerasan seksual dan lainnya menjadi bukti perempuan menderita. Ditambah dengan  maraknya persoalan generasi karena perempuan yang seharusnya berfungsi memberi arahan justru abai dan mengutamakan eksis di sektor publik.

Kondisi ini menunjukkan adanya kesalahan paradigma dalam melihat perempuan dan solusinya. Negara yang menerapkan sistem kapitalisme, termasuk Indonesia, menjadikan standar kebahagiaan dan tujuan hidup adalah mencari materi sebanyak-banyaknya. Demikian juga dalam hal kesetaraan gender. Perempuan dituntut untuk berpartisipasi di sektor publik seluas-luasnya. Agar mampu setara secara materi dengan suami. Harapannya agar mereka tidak bergantung pada penghasilan suami.

Baca juga  Tragedi Bunuh Diri Akibat Mental Health Rendah

Kaum feminis beranggapan bahwa ketergantungan perempuan dengan laki-laki akan menyebabkan laki-laki sewenang-wenang dan mudah menindas perempuan. Padahal, tak sedikit juga kasus dimana perempuan yang memiliki penghasilan yang lebih tinggi justru menimbulkan sikap insecure/minder pada diri laki-laki. Akhirnya berujung pada KDRT, perceraian karena perempuan merasa mandiri dan tidak butuh laki-laki, atau perselingkuhan baik pada laki-laki karena kurang mendapat perhatian dari istrinya, dan pada perempuan yang lebih sering berinteraksi dengan laki-laki di luar rumah.

Ditambah lagi, keluarnya perempuan dari rumah beresiko pada abainya mereka pada pengurusan rumah dan anak. Tingginya kasus autis dan space delay kebanyakan disebabkan karena ibunya bekerja dan kurang berinteraksi dengan anaknya. Sedangkan pada anak remaja, absennya kehadiran orang tua pada kesehariannya menyebabkan mereka mencari jati diri di lingkungan luar dan kebenyakan terjerumus pada pergaulan yang rusak.

Pengaturan kehidupan dengan sistem sekuler ala barat yang memisahkan agama dari kehidupan juga menjadi faktor penyebab diskriminasi. Karena sejak dulu barat sudah menghancurkan hak-hak asasi kaum perempuan selaku manusia, sehingga memicu protes dari para perempuan untuk menuntut hak-hak tersebut yang tidak ada habisnya hingga saat ini. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan permasalahan perempuan secara tuntas dibutuhkan aturan berasal dari Sang Pencipta laki-laki dan perempuan, yaitu aturan Allah swt.

Permasalahan kesetaraan dan diskriminasi antara laki-laki dan perempuan bukanlah persoalan yang mungkin terjadi di tengah-tengah kehidupan Islam, yang menerapkan aturan kehidupan berdasarkan Al Qur’an dan Hadist. Islam menjadikan perempuan mulia dan menempatkannya sebagai suatu kehormatan yang harus dijaga. Sebagaimana Islam juga menempatkan laki-laki pada kemuliaan yang sama sebagai pemimpin dalam rumah tangga.

Allah Swt. berfirman yang artinya : “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak adam”. (Tqs. Al.Isra : 70)

Baca juga  Ini Dia, Klaudia 'Pearce' Krish dari Solo Safari

Islam memiliki berbagai mekanisme untuk menjadikan perempuan sejahtera dan tetap terjaga fitrahnya. Islam telah menetapkan berbagai hak dan kewajiban bagi perempuan, dan juga laki-laki. Mereka memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh kebaikan dan pahala, serta dalam hukum dan sanksi. Misalnya dalam shalat, zakat, puasa, haji, sanksi terhadap pelanggaran zina dan mencuri, dll. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Swt. Yang artinya :

“Bagi orang laki-laki ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita ada bahagian dari apa yang mereka usahakan.” (TQS. An Nisa :32)

Islam juga datang dengan membawa sejumlah hukum khusus  yang membedakan antara laki-laki. Misalnya adanya kewajiban mencari nafkah bagi laki-laki dan tidak wajib bagi perempuan, meskipun boleh bagi perempuan untuk mecari nafkah atau beraktivitas di ranah publik, selama tidak melalaikan tugas utamanya. Sedangkan bagi perempuan ada kewajiban untuk mengasuh anak yang masih kecil, baik lak-laki maupun perempuan.

Adapun negara wajib menyediakan lapangan kerja serta gaji yang layak agar kewajiban mencari nafkah bagi laki-laki dapat terlaksana. Jika perempuan tidak punya suami, maka tanggung jawab nafkah diberikan kepada walinya dan wali dari anak-anaknya. Sehingga perempuan bisa fokus mendidik anak-anaknya tanpa harus membanting tulang dan mengabaikan tanggung jawab utamanya.

Adanya perbedaan hukum antara keduanya bukan berarti mengunggulkan salah satunya dan merendahkan yang lainnya. Akan tetapi Allah Swt. menyesuaikan dengan fungsi-fungsi penciptaan mereka baik secara fisik, mental, dan perasaan yang dibutuhkan dalam kehidupan. Selain itu agar mereka ridho dengan segala ketetapan Allah Swt. dalam hukum tersebut. Dan bagi mereka telah disediakan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, sebagaimana disebutkan di dalam Al Qur’an surat An nahl ayat 97.

Dengan demikian sudah selayaknya kita hanya menjadikan Islam sebagai standar aturan kehidupan serta dalam melihat masalah laki-laki dan perempuan, sehingga masing-masing bisa melakukan banyak amal sholeh. Bukan disibukkan dengan tuntutan-tuntutan kesetaraan ala barat yang justru menghasilkan kesengsaraan.

Wallahu a’lam bisshowwab.

Share :

Baca Juga

Ragam

Wajah Buruk Sistem Pendidikan Sekuler Kapitalisme

Ragam

Konsep Moderasi Mengaburkan Citra Islam

Ragam

Tragedi Bunuh Diri Akibat Mental Health Rendah

Ragam

BBM Hak Rakyat, Mengapa Dibatasi?

Ragam

Manfaat Kopi Hitam Tanpa Gula Bagi Tubuh

Ragam

10 Makanan yang Bisa Tingkatkan Resiko Diabetes

Ragam

Islam Menyelesaikan Masalah Pengangguran

Ragam

Olahraga Mengecilkan Perut Buncit