Sembako tentunya bukan hal yang asing bagi masyarakat Indonesia. Sembako merupakan singkatan dari sembilan bahan pokok, yang terdiri dari beras, gula pasir, minyak goreng dan mentega, daging sapi dan daging ayam, telur ayam, susu, jagung, minyak tanah, dan garam beryodium.
Sembako adalah kebutuhan pokok atau dasar bagi masyarakat Indonesia, yang harusnya didapatkan dengan mudah dan murah. Namun, sayangnya sebagian besar harga sembako menjadi tak terjangkau. Dari pantauan penulis, harga bahan pokok semakin meroket, yang mengakibatkan daya beli masyarakat menjadi berkurang secara signifikan. Seperti yang dilansir dalam sebuah berita lokal bontang, bahwa daya beli masyarakat akan bahan pokok semakin menurun.
Misalnya saja yang dikeluhkan oleh salah seorang distributor telur dan beras di Pasar Taman Rawa Indah, Desmayani mengatakan bahwa penurunan daya beli dirasakan beberapa tahun terakhir. Biasanya dalam sepekan 6 ton telur miliknya habis terjual. Namun kini hanya mampu menghabiskan 4 ton per minggunya. Padahal, seluruh telur yang didatangkan harus habis dalam tempo 1 minggu. Tak hanya telur, penjualan beras juga ikut merasakan dampak dari lesunya daya beli. Dahulu, lanjut Desma, penjualan beras bobot 25 kilogram laris manis. Tetapi seiring waktu makin banyak pembeli yang belanja beras 10 kilogram saja.
Dari sumber yang sama, Agus seorang koordinator toko grosir Samaria di Tanjung Limau mengatakan bahwa daya beli masyarakat menurun disebabkan beberapa faktor, yakni terkait momentum seperti musim masuk sekolah, libur panjang, dan harga pasok yang kian naik.
Padahal lonjakan harga dapat menyebabkan angka kemiskinan semakin bertambah. Salah satu media mengungkapkan bahwa Badan Pusat Statistik telah mencatat, tingkat kemiskinan Indonesia per Maret 2024 adalah sebesar 9,03% atau tercatat ada sebanyak 25,22 juta penduduk miskin. Plt. Sekretaris Utama BPS Imam Machdi menyampaikan bahwa lonjakan harga komoditas pangan sepanjang Maret 2023 hingga Maret 2024 turut mempengaruhi tingkat kemiskinan.
Memang seperti inilah kondisi ketika negara menerapkan sistem kapitalisme. Negara dalam kapitalisme hanya berperan sebagai regulator, yaitu membuat regulasi. Namun, regulasi itu tidak berorientasi pada kemaslahatan rakyat bahkan menyengsarakan rakyat.
Sebaliknya, pihak yang lebih diuntungkan oleh adanya regulasi adalah para kapitalis oligarki yang menguasai distribusi bahan pokok di tingkat nasional. Mereka mendapatkan keuntungan yang besar dengan kenaikan harga bahan pokok. Tidak hanya mendapatkan keuntungan, para kapitalis oligarki ini bahkan bisa mengatur harga di pasar karena mereka melakukan praktik oligopoli. Sedangkan rakyat hanya bisa pasrah dengan kenaikan harga-harga bahan pokok. Dampaknya, mereka dipaksa memeras otak dan membanting tulang untuk menjaga dapur tetap ngebul.
Islam sangat memperhatikan bagaimana manusia membentuk ketahanan pangan yang baik. Tentu bukan hanya fenomena resesi secara global dan angka-angka saja, tetapi apa yang perlu dikhawatirkan adalah dampak sosial ekonomi ke masyarakat bawah. Indonesia harus banyak berdikari terutama dalam faktor pemenuhan pangan. Negara yang kaya seperti Indonesia harus mampu menunjukkan diri sebagai bangsa yang kuat terutama dalam penguatan pangan.
Kebutuhan atas makanan adalah hal yang primer yang tak terbantahkan untuk manusia. Oleh karenanya pertanian sangatlah penting bagi keberlangsungan hidup umat manusia. Bahkan dalam ajaran Islam, pertanian mendapatkan perhatian khusus bagi umatnya.
Pasalnya pada zaman Rasulullah hidup, Beliau sudah mengajarkan pada umatnya tata cara sewa lahan serta pembagian hasil bercocok tanam antara pemilik lahan dan pengelola lahan. Dahulu ketika Rasulullah berhijrah ke Madinah, di sana tanah lebih mudah diolah daripada di Makkah.
Dari situ juga dapat dilihat jika ukuran kemakmuran suatu bangsa juga dinilai atas pemenuhan terhadap kebutuhan dasar warganya, dan kebutuhan pangan adalah salah satunya. Tidak mungkin sebuah bangsa yang masih terdapat kelaparan atau kekurangan bahan makanan disebut makmur meskipun telah mencapai kemajuan dalam pembangunan di berbagai bidang.
Air hujan dapat digunakan sebagai irigasi, manusia hanya perlu membuat salurannya supaya tanaman yang ditanan dapat tumbuh sumbur. Namun selain pemberian dari alam, manusia dituntun untuk berusaha dalam memenuhi kebutuhan pangan, untuk kelangsungan hidupnya.
Tidak semua tanaman dapat hidup dengan sendirinya tanpa campur tangan manusia. Itulah sebabnya, manusia harus mampu mempelajari juga cara-cara bagaimana mempertahankan tumbuhan supaya tetap hidup dan dapat menghasilkan buah supaya bisa dikonsumsi manusia.
Selain untuk dikonsumsi sendiri, tanaman yang ditanam jika dimakan oleh binatang maka akan bisa menjadi sumber sedekah bagi dirinya. “Tidaklah seorang Muslim menanam pohon, tidak pula menanam tanaman kemudian hasil tanaman tersebut dimakan oleh burung, manusia atau binatang melainkan (tanaman tersebut) menjadi sedekah baginya.” (HR Imam Bukhari). [3]
Dalam sistem Islam, semua anggota masyarakat harus memiliki akses yang sama kepada semua sumber daya ekonomi, tanpa adanya privilege bagi korporasi. Sedangkan peran politik negara juga harus berjalan sesuai panduan syariat.
Rasulullah saw. bersabda, “Imam (Khalifah) raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
Dalam hadis lainnya, Rasulullah saw. menegaskan, “Khalifah itu laksana perisai tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR Muslim).
Berpijak pada hadis ini, negara seharusnya hadir di tengah rakyat sebagai raa’in (penanggung jawab/pelayan) dan junnah (pelindung). Fungsi politik negara ini wajib berjalan di seluruh lapisan pemerintahan, mulai dari pusat dan seluruh jajarannya, hingga unit yang paling teknis, yakni hadir sebagai penanggung jawab dan melayani semua kebutuhan mendasar rakyat.
Negara tidak boleh memiliki peran sebatas regulator, melainkan harus hadir langsung dan utuh bagi rakyat, mengatur dan menjamin semua kebutuhan dasar mereka dan menyelesaikan semua masalah secara segera dan tuntas.
Terkait badan pengurusan pangan Khilafah, badan ini berada di bawah institusi Jihazul Idary dan berfungsi layaknya wakil Khalifah karena kekuasaan Khilafah bersifat terpusat, berada di tangan Khalifah. Khalifahlah yang bertanggung jawab dalam politik dalam maupun luar negeri sekaligus. Lembaga dan struktur negara lainnya adalah pelaksana kebijakan Khalifah, tidak berperan sebagai pengambil kebijakan.
Namun, perlu kita catat, Khalifah bukanlah pembuat aturan, tetapi pelaksana hukum syariat Allah Swt.. Segala aturan dalam negara Islam berjalan bersih dari ambisi dan hawa nafsu penguasa. Di samping itu, Khilafah memiliki mekanisme akuntabilitas berlapis dan terjamin keunggulannya, sehingga meminimalisasi penyimpangan kekuasaan oleh Khalifah.
Khilafah wajib memberikan pelayanan terbaik bagi rakyatnya. Untuk merealisasikannya, pelaksanaan sistem administrasi berpijak pada tiga prinsip yakni (1) kesederhanaan aturan, sehingga akan memberikan kemudahan dan kepraktisan, (2) kecepatan dalam pelayanan supaya mempermudah rakyat yang memiliki keperluan, serta (3) ditangani oleh orang yang kompeten dan profesional.
Badan Pangan fokus mengurusi kebutuhan rakyat, sementara semua keputusan politik dan anggaran ada di tangan Khalifah sebagai penanggung jawab utama. Tidak akan terjadi dualisme kekuasaan, apalagi kebijakan yang tidak sinkron. Pada akhirnya, akan membawa keberkahan dan kesejahteraan bagi rakyat. Wallahu a’lam bi ash-shawwab. ( Ida Wahyuni, S.pd.Aktivis dakwah dan guru)