Dalam upaya pencegahan Perkawinan Anak usia dini, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DPPKB) kota Bontang mengadakan kegiatan Penggerakan dan pemberdayaan masyarakat Dalam Pencegahan Perkawinan Anak, Kamis (02/05/24) di Auditorium 3 Dimensi. dibuka oleh Lukman Asisten II Bidang Administrasi Pembangunan Sekretariat Daerah.
Sesuai arahan Presiden Republik Indonesia (RI) pada rapat terbatas pada 9 Januari tahun 2020, memberikan instruksi bahwa upaya pencegahan dan penanganan terhadap perkawinan anak menjadi prioritas.
Ia juga menyampaikan, bahwa untuk memecahkan berbagai permasalahan yang terkait dengan anak, dibutuhkan koordinasi yang kuat dari semua pemangku kepentingan yang ada, mulai dari pemerintah sampai ke masyarakat.
Lukman mengatakan dari data pengadilan agama Kota Bontang, angka perkara dispensasi nikah pada 2023 berada di angka 21 perkara.Terjadi penurunan angka perkara, yang sebelumnya di 2020 mencapai 71 perkara, 2021 mencapai 58 perkara, dan 2022 mencapai 31 perkara. ini disebabkan karena maraknya kasus hamil diluar nikah pada tahun itu.
Akar masalah
Masalah sesungguhnya bukan sebatas pada pernikahan usia dini, melainkan sangat kompleks, salah satunya mengenai pemahaman pergaulan dengan lawan jenis. Saat ini, dengan ide kebebasan yang membolehkan setiap orang melakukan apa pun dan tidak ada pengaturan hubungan laki-laki perempuan, terbukalah pintu pintu maksiat seperti sex bebas menghasilkan hamil diluar nikah.
Selain paham kebebasan, pendidikan yang hanya berorientasi pada materi juga berpengaruh,Selama ini kurikulum dibuat hanya untuk menghasilkan SDM yang berdaya saing tinggi, tetapi minus pemahaman agama yang benar. Jadi, secara intelektual mereka dapat, tetapi tidak memiliki standar yang jelas untuk membedakan benar dan salah. Mereka cenderung mengikuti hawa nafsu.
Pemerintah telah menetapkan batas usia pernikahan. Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 telah menetapkan batas usia melangsungkan perkawinan adalah 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan. Syarat usia perkawinan tersebut kemudian direvisi menjadi 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan. Jika laki-laki dan perempuan ingin menikah tapi belum cukup umur, maka bisa mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama melalui proses persidangan terlebih dahulu, agar mendapatkan izin dispensasi perkawinan.
Ditetapkan nya batasan umur ini diharapkan bisa menekan angka pernikahan dini, tapi nyatanya tidak berhasil karena kunci masalah sejatinya disebabkan penerapan sistem kapitalisme yang memberikan kebebasan berperilaku pada setiap manusia. Agama hanya diagungkan ketika beribadah, sedangkan pengaturan manusia dengan yang lainnya, menggunakan aturan manusia yang akal nya terbatas. Kapitalisme juga melahirkan materialisme yang berpangku pada kepuasan materi saja.
Aturan dalam Islam
Islam mengatur hubungan laki-laki dan perempuan dalam ikatan pernikahan. Tujuan mulia pernikahan adalah untuk melanjutkan keturunan. Pernikahan dianggap sah manakala memenuhi syaratnya. Islam memandang laki-laki atau perempuan yang telah balig seharusnya sudah siap menikah. Ketika balig, akal seseorang dianggap telah sempurna untuk bisa membedakan benar dan salah.
Islam tidak membatasi umur pernikahan. Ketika seseorang sudah balig seharusnya sudah siap menikah, karena ia dianggap telah sempurna untuk bisa membedakan benar dan salah. Di dalam ilmu fikih, balig jika dikaitkan dengan ukuran usia adalah berkisar 15 tahun (laki-laki) dan 9 tahun (perempuan)
Sehingga menikah muda tidak menjadi masalah jika syarat dan rukun nikah telah terpenuhi serta tidak ada pelanggaran hukum syara di dalamnya. Selama semua hal tersebut terpenuhi maka menikah di usia muda menjadi sah saja. menikah muda asalkan bertanggung jawab terhadap pilihan tersebut.
Jika mereka belum siap menikah, Islam memberikan aturan pemisahan kehidupan antara laki-laki dan perempuan, seperti dilarang berdua-duaan tanpa mahram, juga dilarang ikhtilat dan bercanda melebihi aturan syara.
Mereka juga wajib menutup aurat antara satu dengan yang lain, bahkan Islam secara tegas melarang segala aktivitas yang mendekati zina dan memberikan sanksi tegas bagi pelaku zina. sanksi yang memberikan efek jera seperti dicambuk 100 kali dan diasingkan selama setahun bagi pezina yang belum menikah, serta dirajam hingga mati bagi pezina yang sudah menikah. Sayangnya, semua ini tidak bisa dilakukan tatkala aturan Islam terbentur dengan aturan sistem lainnya, yaitu kapitalisme.
negara juga wajib melarang segala bentuk pornoaksi-pornografi dan hal-hal yang mendekati zina termasuk pada peran media. Media harus dijadikan sebagai sarana edukasi bagi masyarakat yang mendidik dan membuat mereka semakin bertakwa.
Jadi, jika tidak ingin liberalisme seksual terus meningkat atau terjadinya pernikahan tidak diinginkan, hanya satu solusinya, yakni membentuk SDM berkepribadian Islam (memiliki pola pikir dan sikap Islam) dalam sistem Islam yang sempurna. Yang menerapkan syariat islam secara kaffah.
Jumiana.SH
(Pemerhati Masalah Umat)