(Asna Abdullah)
Anugrah terbesar bagi orang tua adalah Anak. Anak adalah permata, penyejuk hati sekaligus amanah dari Allah SWT. Amanah ini sekaligus menegaskan kewajiban orang tuanya dalam pemenuhan kebutuhan anak, mulai dari kebutuhan materi hingga kebutuhan emosional kasih sayang, sehingga amanah ini harus dijaga dan dipelihara dengan baik.
Namun, dalam habitat system sekuler kapitalisme sekarang nampaknya jauh panggang dari api. Tak jarang bahkan kerap kali anak menjadi korban keganasan orang orang sekitarnya, keluarga dan orang tuanya sendiri.
TREN KEKERASAN ANAK DAN PEREMPUAN
Angka kekerasan terhadap anak cenderung beranak pinak dari tahun ke tahun, secara umum peningkatan kasus tersebut merata di seluruh Indonesia. Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) tercatat pada rentang Januari hingga November 2023 terdapat 15.120 kasus kekerasan terhadap anak dengan 12.158 korban anak perempuan dan 4.691 korban anak laki-laki, dimana kasus kekerasan seksual menempati urutan pertama dari jumlah korban terbanyak sejak tahun 2019 sampai tahun 2023.
Di Bontang sendiri tahun ini kasusnya cenderung meningkat dibandingkan tahun lalu. Menurut data UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Bontang ada sekitar 42 kasus kekerasan pada anak hingga Mei 2024 ini. Kepala UPTD PPA Kota Bontang Sukmawati menyebutkan kasus yang terbanyak adalah 13 diantaranya mengalami kekerasan seksual, sekitar 16 anak yang mengalami kekerasan secara fisik, dalam hal ini didominasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), lainnya karena kekerasan psikis, bullying, dan sebagainya. (bontangpost.id, 07/2024)
Diantara kasus tersebut, pada kamis 25 juli 2024 terungkap seorang pria paruh baya berinitial AS (64) warga jalan zamrud 17, Kelurahan Berbas Tengah, Kecamatan Bontang Selatan telah melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur dan diketahui dalam tindakan pencabulan ini terdapat 2 korban, yakni anak usia 7 tahun dan 9 tahun, dimana korban adalah tetangga tersangka. (Mediakaltim, 25/7/2024).
Sedangkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Balikpapan menunjukkan peningkatan yang signifikan. Menurut data DP3AKB, pada tahun 2023 terdapat 132 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Namun, pada periode Januari hingga Juni tahun ini, jumlah kasus telah mencapai 116. Pemerintah Kota Balikpapan melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) semakin fokus dalam menangani masalah ini melalui berbagai program sosialisasi dan edukasi. (Kaltimpos.jawapos.com, 26/07/2024)
Kasus demi kasus berulang dan beranak pinak, menunjukkan betapa ini menjadi catatan kelam potret buram anak anak di Indonesia. Nasib anak-anak berada dalam dunia serba gelap, berbagai tekanan mental, sosial, psikologi bahkan ekonomi telah merampas dunia ceria mereka. Banyaknya pelanggaran terhadap hak anak, sehingga anak rentan menjadi korban di arena kekerasan dan eksploitasi hingga jiwanya terancam.
APA YANG BERMASALAH?
Kasus kekerasan terhadap anak yang meningkat bukan karena minus solusi dari dinas terkait, bisa dibilang pemerintah cukup tanggap ketika kasus ini kembali marak dan beranak pinak. Berbagai upaya dan program yang dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan masalah anak dan perempuan ini baik dalam bentuk luring maupun daring.
Pemerintah Indonesia melalui Kemen PPPA telah berkomitmen memastikan perlindungan anak dari kekerasan dilakukan melalui berbagai bentuk strategi seperti dengan penetapan Peraturan Presiden Nomor 101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak (Stranas PKTA) yang merumuskan arah kebijakan, strategi, fokus strategi, intervensi kunci, target, peran, dan tanggung jawab Kementerian/Lembaga.
Dalam hal pencegahan Kemen PPPA memiliki program Sekolah Ramah Anak (SRA), pada lini kepengasuhan, Kemen PPA mengembangkan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) yang tersebar sebanyak 257 unit di Provinsi dan Kabupaten/Kota, pada lini penguatan masyarakat, Kemen PPPA memiliki kader Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) yang tersebar di wilayah Indonesia, pada lini penguatan teman sebaya, Kemen PPPA memiliki Forum Anak yang tersebar di 34 Provinsi, 458 Kabupaten/Kota, 1.625 Kecamatan, dan 2.694 Desa/Kelurahan yang berperan sebagai wadah aspirasi anak sebagai pelopor dan pelapor (2P), pada lini sistem pembangunan, Kemen PPPA menginisiasi pembangunan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) yang merupakan Kabupaten/Kota yang memiliki sistem pembangunan berbasis hak anak. (KemenPPPA.go.id)
Di Bontang upaya pencegahan kekerasan anak juga massif dilakukan. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Bontang kerap kali mengadakan sosialisasi dan edukasi pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak ke sekolah sekolah, kader PKK, kelompok anak, serta jejaring masyarakat.
Pemerintah Kota Balikpapan melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) juga semakin fokus dalam menangani masalah ini melalui berbagai program sosialisasi dan edukasi.
Banyaknya program program tersebut nyatanya tidak berbanding lurus dengan capaian yang diharapkan yaitu terlindunginya anak dan perempuan dari kekerasan, faktanya Sosialisasi dan edukasi yang lebih intensif untuk menekan kasus kekerasan bukanlah solutif. lalu mengapa kasus kekerasan anak dan perempuan ini selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dimana yang bermasalah?
SEKULARISME KAPITALIS SISTEM RUSAK DAN BIANG MASALAH
Meningkatnya kasus kekerasan apalagi di daerah perkotaan menunjukkan beban hidup yang semakin berat. Orang tua yang seharusnya menjadi penjaga malah tidak menjalankan fungsinya dengan baik sebagai pengawas dan menjadi tempat aman bagi anak, ini dikarenakan keduanya sibuk bekerja. Belum lagi kemiskinan sistemik oleh karena penerapan system sekulerisme kapitalisme memaksa ibu harus ikut mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan hidup meninggalkan peran utamanya sebagai pengasuh dan pendidik anak.
Kondisi bekerjanya ibu mencari nafkah sebagiannya bukan tanpa alasan, ibu terpaksa harus menggantung idealismenya oleh karena kebutuhan pokok yang mendesak. Kebutuhan pokok anak berupa pendidikan dan kesehatan yang tak bisa terpenuhi sejatinya terjadi karena negara abai dalam fungsinya sebagai pengurus ummat dalam menjamin pendidikan dan kesehatan yang gratis dan bermutu. Ini adalah hasil diterapkannya system ekonomi kapitalisme. System ini meniscayakan penguasaan sumber sumber ekonomi pada segelintir orang berduit, maka sejahteranya masyarakat tergadai dan sulit terwujud. Kapitalisme mandul dalam mensejahterakan rakyat dalam hal pemenuhan kebutuhan pokok rakyat.
Di lain sisi Kehidupan permisif dan Liberal (kebebasan) yang berakar dari pemisahan kehidupan dari agama dalam system kapitalisme memanglah sangat dijunjung tinggi, setali tiga uang dengan output system pendidikan sekuler saat ini yang materialistis, miskin ketaqwaan dan menghilangkan agama dalam mengatur kehidupan, sangat wajar system ini kemudian membentuk dan menjadi corak kepribadian masyarakat yang rusak dan buruk, mengedepankan hawa nafsu. System sekuler ini yang memunculkan pelaku pelaku kekerasan terhadap anak dan perempuan. Ringannya sanksi bagi pelaku kejahatan kekerasan anak menjadi bukti tambahan bahwa System inilah yang membuat negara gagal menjamin keamanan bagi anak
Kompleksnya masalah kekerasan anak dan perempuan jika dicermati secara detail bermuara pada penerapan Sistem sekuler kapitalisme dengan berbagai paham turunannya yang batil, seperti liberalisme dan materialism, sehingga meniscayakan kehidupan yang serba sempit dan jauh dari berkah. Penerapan system sekuler ini juga yang dengan sendirinya menuntun cara berpikir di tengah masyarakat dengan menjadikan agama hanya sekedar ritual belaka, sungguh memprihatinkan.
Walhasil, sebanyak apapun program penanganan dan pencegahan kekerasan terhadap anak dan perempuan juga uang yang digelontorkan, jika sistemnya tetap sekuler yang memisahkan kehidupan dari agama, sampai kapanpun tak akan mampu menyelesaikan permasalahan yang ada.
ISLAM MELINDUNGI PEREMPUAN DAN ANAK
Dalam islam, permasalahan anak menjadi perhatian khusus bagi Negara. Di tangan anak-anak ini lah estafet peradaban cemerlang akan berlangsung, ini sangat tergantung pada pembentukan kualitas generasinya. karena itu untuk merealisasikan hal tersebut maka Negara benar benar mencurahkan upaya untuk membentuk generasi cerdas dan berkualitas, baik secara akademis, emosional, dan spiritual.
Islam, dalam hal ini Negara akan menjamin perlindungan terhadap anak dan perempuan dari kekerasan, perlindungan ini meliputi semua hak hak anak, sandang, pangan, tempat tanggal menjaga kesehatannya, memilihkan teman bergaul yang baik, menghindarkan dari kekerasan, dan lain-lain.
Dalam Islam, terdapat tiga pihak yang berkewajiban menjaga dan menjamin kebutuhan anak-anak. Pertama, keluarga sebagai madrasah utama dan pertama. Ayah dan ibu harus bersinergi mendidik, mengasuh, mencukupi gizi anak, dan menjaga mereka dengan basis keimanan dan ketakwaan kepada Allah Taala.
Kedua, lingkungan. Dalam hal ini masyarakat berperan dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak. Masyarakat adalah pengontrol perilaku anak dari kejahatan dan kemaksiatan. Dengan penerapan sistem sosial Islam, masyarakat akan terbiasa melakukan amar makruf nahi mungkar kepada siapa pun. Budaya amar makruf inilah yang tidak ada dalam sistem sekuler kapitalisme.
Ketiga, negara sebagai peran kunci mewujudkan sistem pendidikan, sosial, dan keamanan dalam melindungi generasi. Dalam hal ini, fungsi negara adalah memberikan pemenuhan kebutuhan berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan setiap anak. Negara juga menerapkan sistem sanksi Islam. Sepanjang hukum Islam ditegakkan, kriminalitas jarang terjadi. Ini karena sanksi Islam memberi efek jera bagi pelaku sehingga tidak akan ada cerita kasus kejahatan atau kekerasan berulang terjadi.
Khatimah
Anak adalah amanah dan titipan dari Allah Taala. Sudah semestinya kita semua mendidik dan mengasuh mereka sesuai kehendak yang menitipkan, yakni mendidik anak agar memiliki ketaatan serta kepribadian yang sesuai dengan syariat Islam.
Tiga pilar pelindung generasi, yaitu keluarga, masyarakat, dan negara, tidak akan berjalan optimal tanpa penerapan syariat Islam secara kafah. Penerapan Islam secara menyeluruh ini hanya bisa dilakukan dalam wujud sistem Khilafah.